Mengingat Kehidupan Sebelumnya
“……nona…
no… muda! ……………Nona muda!”
Maid
ku bernama Martha kelihatannya sedang kebingungan…… Dalam kesadaranku yang
masih kabur, aku memaksakan diri untuk bangun agar tidak membuat Martha
khawatir. Pada saat itulah, kepalaku terasa sakit bagaikan terhantam oleh bak
mandi…… Hmm?
Ingatan
apa ini? Kenapa bak mandi menghantamku?
………!
Aah,
apa ini dorifu? Ini dorifu, kan?
Hm?
Dorifu itu apa? Dorifu ya Dorifu? Ketika
ingatan lama sedang ditata ulang.
TL Note: Dorifu atau Dorifuneta merupakan bahasa gaul Jepang
yang berarti ‘mengenang atau mengingat sesuatu ketika menutup mata’. Maaf aku
nggak bisa menemukan padanan bahasa indonesianya
Apa
ini? Isi kepalaku seperti tercampur aduk.
Kenapa
ini? Aku…… rasanya pikiranku sedang kacau?
Watashi?
Watashi? Watashi? Huh, watashi?!
Apa?
… maksudnya ini?
“Nona
muda-? Kamu sudah bangun-? Nona muda?”
Martha
membangunku sembari memeluk tubuhku yang terbaring.
Apa
yang terjadi? Martha? Oh iya, Martha pasti tahu. Kalau aku selalu berada di
dalam rumah.
Lantas,
hal yang tak kumengerti?
“Nona
muda? Emma-sama?”
Emma…?
Emma?
Benar.
Namaku……? Emma?
Aku
mulai merasa pusing.
Ini
semua salah bak mandi itu kepalaku jadi terasa sakit.
Huh?
Bak mandi?
Jadi
dorifu………… dorifu?
Apa?
Kenapa ini? Kepalaku mulai terasa berputar semakin cepat.
AKu
sudah… tidak dapat menjaga kesadaranku lagi.
Informasi
dalam jumlah besar secara mendadak memasuki pikiranku secara terus-menerus. Orang-orang
yang tidak pernah kutemui…Kendaraan yang tak masuk akal…terasa familiar. Diriku
yang bukan merupakan diriku?
“Ma…af…
Martha, ijinkan aku… tidur sekali… lagi…”
(Goyang)
Bagaikan
mematikan komputir untuk memulai ulang, aku akan beristirahat untuk melegakan
sakit kepalaku.
“Nona
mudaa………!”
Dikala
kamu sedang kebingungan, hal pertama yang dilakukan adalah tidur. Ketika aku
terbangun nanti, aku akan merasa baikan… mungkin…
Setelah
itu, aku kehilangan kesadaranku.
Aku
pun tertidur selama sepuluh hari.
Tanaka
Minato atau sekarang Emma Stuart, seorang putri Count, yang akhirnya sudah
tenang, sedang mendengarkan penjelasan Martha mengenai kejadian sepuluh hari
yang lalu.
“Tolong
jangan lakukan itu lagi! Tak kusangka kamu bakal menaruh jamur dari kebun ke atas
meja makan! Bisa gawat kalau satu keluarga sampai meninggal karena keracunan
makanan! Untung saja semuanya selamat.”
“Ma,
maaf…?”
Martha
marah karena jamur yang kutemukan secara tak sengaja di kebun menjadi
penyebabnya.
Ngomong-ngomong,
kenapa kamu bisa bilang kalau aku yang membakarnya di atas arang dan
menyelundupkannya ke dalam hidangan makan malam kami? Harusnya tidak ada barang
bukti. Kebiasaan?
Namun…
soal itu… kurasa Martha tidak mengetahui soal itu. Itu adalah jamur matsutake tahu? MATSUTAKE!!!
Aku
tidak bisa mengingat rasa menakjubkan dari matsutake
yang tumbuh alami dari kehidupanku sebelumnya. Setidaknya aku tidak bisa bilang
sekarang. Lebih dari itu, aku tidak berniat untuk menjelaskan.
…?
Eh?
Barusan Martha bilang kalau sekeluarga terkena keracunan makanan?
“Bukan
aku saja yang jatuh pingsan?!”
Aku
tidak bisa mengerti sepenuhnya tapi, aku penasaran apakah itu juga berdampak
pada keluargaku?
“Tuan,
Nyonya, George-sama, bahkan William-sama yang memakan jamur itu mulai
mengatakan kata-kata yang aneh secara bersamaan, kemudian jatuh pingsan.”
Apa
maksudnya?
Karena
jamur matsutake tidak biasa dimakan
oleh masyarakat di dunia ini, itu mengejutkan semuanya?
Padahal
matsutake kan, rasanya enak, pakai
banget.
Aku
sampai ngiler hanya dengan mengingatnya saja.
Aroma
yang lembut sesaat setelah itu masuk ke mulut! Teksturnya yang garing!
Matsutake
yang berdosa membuatku mengingat rasa dan aroma Jepang…
Benar.
Sesaat setelah aku memakannya, hal pertama yang kuingat adalah kejadian sebelum
aku meninggal.
Saat-saat
terakhir bagi Tanaka Minato di kehidupan sebelumnya.
Setelah
suara, guncangan keras pun datang, aku sampai tidak bisa berdiri dengan benar
untuk kabur. Rasa sakit yang hebat tiba sesaat setelah melihat dinding yang
hancur, atau atap di atas yang bergemuruh hebat kemudian runtuh…
“Nona
muda…?”
Martha
melihat ke arahku seperti sedang khawatir ketika dia menyadari kerutan di
alisku.
Mau
gimana lagi. Karena aku baru saja pulih.
AKu
tidak mendengar pertanyaan Martha karena aku masih terjebak dalam ingatanku
sendiri.
Sungguh
kematian yang menyakitkan!
“Aah…
setidaknya aku ingin menegak secangkir beer!”
Ketika
aku secara tak sadar mengatakan sesuatu dalam bahasa Jepang, Martha membuat
ekspresi terkejut.
“Itu
dia. Semuanya meneriakkan hal yang sama! Mantra macam apa itu?”
Ketika
aku mendengar itu, kesadaranku yang masih kabur di kehidupanku sebelumnya
langsung kembali.
“Martha,
itu bukan mantra, itu bahasa Jepang… Apa? Eh! Semuanya?!”