======================
Penerjemah: Ingin Kumenangis
Editor: DarkSoul
======================
Bila kalian merasa tidak nyaman ketika membacanya, mohon maaf. Karena memang dari sumbernya di fomat begini.
“Miledi, benar? Nama indah yang cocok dengan gadis cantik
seperti Anda. Maafkan ketidaksopanan saya, tapi keluarga mana Anda berasa—"
“Memangnya penting?” Miledi masih tersenyum, namun matanya dingin.
Bahkan bangsawan tolol seperti Ping paham kode itu.
Ping buru-buru melancarkan situasi dan menarik perhatiannya.
Dia bersikap seperti itu kepada Ping putra viscount, maka
cewek itu pastinya bangsawan penting. Kurang lebih itulah yang dipikirkan Ping.
“Oh tidak, tidak sama sekali. Maaf. Sungguh maaf. Terlepas
dari demikian, Ada yang bisa saya bantu? Saya menjamin sebagai penerus Keluarga
Waress untuk memenuhi apa pun keinginan Anda!” Meski sudah begitu, dia masih
saja menjual nama keluarga. Torpa dan Raul juga menghampiri Miledi, berharap
mendapat kebaikannya.
Akan tetapi, sebelum mereka sampai Miledi sudah menjatuhkan
bom atom duluan kepada Ping.
“O-kun, maksudku, Oscar-kun di sinikah? Aku datang ke sini
ingin bertemu dengannya ….”
“Huh? O-oscar?” Mata Ping melebar. Torpa dan Raul berhenti.
Bahkan para penempa tidak bekerja.
Oscar menggumam: Dasar
bego! Posisiku di bengkel ini sudah cukup buruk dan kau malah memperparahnya
sepuluh kali lipat! Para penempa lain tidak percaya seorang wanita
bangsawan akan meminta bantuan penempa tercupu di bengkel. Lebih mengejutkannya
lagi, gadis itu memanggil nama depannya.
Semua orang menoleh ke Oscar.
“Sekali lagi maaf karena blak-blakan, namun apa urusan Anda
dengan Oscar? Anda mungkin tidak tahu, tapi keterampilannya, yah, kurang … ada
banyak penempa lain yang lebih terampil, mereka akan senang hati memenuhi
pesanan Anda.”
“Hmm? Aku hanya ingin melihat karya O-kun. Tidak betul-betul
memerlukan sesuatu. Oh, di sanakah dia bekerja? Terima kasih, Pinwa-san~”
“Anu, nama saya Ping War—”
Sebelum Ping mengkoreksi, Miledi melesat ke tempat kerja
Oscar.
Dia mengikuti sorot mata para penempa lain dan langsung tahu
Oscar dimana.
Sementara itu, Ping berdiri tercengang di tempat.
Seorang wanita bangsawan kelas atas menjambangi Bengkel Orcus
hanya untuk melihat karya maha karya Oscar.
Kemudian mendapati Oscar bersembunyi dibalik tumpukan kardus
dan anak perempuan itu mendekatinya.
“Ah, di sana kau, O-kun! Ini aku, Miledi-chan! Kita belum
bertemu sejak semalam!”
Mantaplah, makin banyak
kesalahpahaman.
Wajah Oscar menegang.
Para penempa lain mulai berbisik-bisik satu sama lain tentang
Oscar yang meniduri seorang gadis bangsawan.
Ping memelototi Oscar, matanya membara kecemburuan dan
kebencian. Dia bergegas ke sisi Miledi dan Oscar, berusaha bersikap sopan
seraya memperingatkan si cewek untuk jauh-jauh dari Oscar.
“Nona Miledi. Walaupun dia anggota Bengkel Orcus, sebagaimana
perkataan saya sebelumnya, dia cuma seorang third-rate Synergist. Dia boleh
bekerja di sini karena pak kepala kasihan padanya. Terlebih lagi, dia anak
yatim. Tidak punya tata krama apa lagi pendidikan. Bukankah seseorang
seterhormat diri Anda lebih berhati-hati memilih kenalan? Sekurang-kurangnya,
saya pikir dia tidak layak—”
“Oh, kau masih di sini, Piress-san? Aku sudah tidak butuh
bantuan, jadi kau bisa meneruskan pekerjaanmu …. Ataukah kau tidak punya
pekerjaan?”
“Pfft …! Beberapa penempa tidak bisa menahan tawa mereka.
Miledi tepat sasaran.
Entah bermaksud menghina atau cuma berkomentar ceroboh, kata-katanya
menusuk Ping. Pria itu merasa malu, lalu senyum palsunya pecah.
“Maafkan saya, tapi—”
“Umm, Miledi-san! Aku sudah menyelesaikan pesanan yang
semalam. Malahan aku baru saja ingin mengirimnya sekarang! Kenapa tidak
bergabung! Terima kasih banyak juga atas kerja samamu! Kuharap kau kembali lagi
ke Bengkel Orcus bila butuh hal lain!” Oscar segera memotong Ping.
Ingin menghentikannya sebelum jadi perkelahian. Dia juga
menjelaskan secara tidak langsung tujuan pertemuan semalam agar tidak
menimbulkan potensi kesalahpahaman.
Sayangnya, sepertinya Miledi tidak mengerti.
“Hah? Pesanan? Tapi O-kun, kau tida—”
“Ayolah, ikut aku!” Oscar mengisi gerobaknya secepat mungkin
dan menatap tajam Miledi. Dia menyeringai, tetapi seringainya tidak terlihat
Oscar.
Miledi keringat dingin.
“Sial, mungkin aku sudah keterlaluan ….” lirihnya sambil
mengekor Oscar.
Alamiahnya, akting payah Oscar sama sekali tidak
menghilangkan kecurigaan semua orang.
Para penempa mulai bergosip satu sama lain. Tak seorang pun
mempedulikan Ping yang menatap tajam Oscar.
“Hei, hei, O-kun. O-kunnnnn. Jangan abaikan aku terus~Hey,
dengarkan aku~”
“….” Oscar menyusuri jalan dalam diam, menarik gerobak yang
isinya perintah kerja.
Miledi mengikuti di belakang, sesekali melambaikan tangan di
depan wajahnya biar mendapatkan perhatian.
Karena Oscar adalah satu-satunya penempa yang menerima
pesanan dari warga biasa, dia cukup terkenal di are itu. Orang-orang mengenali
merek kereta dagangnya, mereka kerap kali berhenti dan mengobrol sebentar saat
Oscar lewat.
Namun tidak ada yang menyambutnya kali ini. Biarpun dia
menarik lebih banyak perhatian dari biasanya.
Alasannya ada dua. Pertama adalah seorang gadis aneh yang
memutari Oscar. Kedua adalah wjaah suram Oscar.
Terlampau menakutkan sebab tak seorang pun pernah melihat
Oscar yang tak memasang senyum biasanya, tetapi gadis yang mengikutinya sama
sekali tidak terganggu.
“Kau marah? Beneran marah nih? Kau betul-betul tidak ingin
aku mendatangi bengkel? Hei, hei, O-kun. Semua orang-orang itu berpikir kita
lagi kencan! Bekerja di sana akan jadi sulit sekarang! Tapi jangan khawatir,
aku adalah wanita muda yang penuh tanggung-jawab! Aku akan kembali bersamamu
dan memberitahu semua orang kejadian sebenarnya! Kuberitahu mereka sejatinya
aku ini mengincarmu!”
“Kau sungguh merusak reputasiku selamanya!?” Oscar mendadak
berhenti, kemudian memukul kepala Miledi yang muncul dari belakang.
Entah kenapa, itu malah membuatnya senang. Rambut kuncir kudanya berayun gembira
kesana-kemari, mencerminkan emosinya.
“Yey. Kau akhirnya merespon, O-kun.”
“Karena semakin mengabaikanmu semakin menyebalkan pula kau.
Duhhh, kau ini seperti bencana hidup, tahu?”
“Ehehe, kau membuatku malu.”
“Itu bukan pujian. Serius deh, memangnya bertingkah sebagai
orang normal selama limat detik saja akan membunuhmu?” Oscar menggosok
pelipisnya sambil merasa lelah.
Miledi benar, kembali ke bengkel sekarang tidka salah. Oscar
bertanya-tanya apakah akting setengah-setengahnya bisa menghentikan
desas-desusnya atau tidak. Barangkali tidak.
Oscar tahu dia mesti menjauhkan inkarnasi kekacauan ini dari
bengkel semisal tidak ingin situasinya memburuk.
“O-kun, ada apa? Kau kelihatan seperti orang yang baru saja
dipecat.”
“Kau kira salah siapa itu? Kumohon, paling tidak ketahuilah
perbuatanmu. Omong-omong, kau melanggar janji. Kukira kau orang baik, ternyata
aku salah menilaimu.” Oscar mulai berjalan lagi.
“Hei! Aku selalu
menepati janji!”
“Janji yang ini tidak. Semalam kau bilang takkan dekat-dekat
lagi dengnaku atau keluarg—" Oscar memotong kata-katanya, telah menyadari
sesuatu. Sewaktu Oscar mengangkat pertanyaan itu, jawaban Miledi adalah ….
“Hmm gimana yah …. Aku tidak bilang itu. Hanya bayanganmu
saja~”
Dengan kata lain, Miledi baru saja membenarkan keinginan
Oscar. Dia tidak berjanji untuk
melakukan apa pun.
“A-aku tidak percaya padamu.” Oscar menggertakkan giginya
penuh frustasi. Oscar sadar itu salahnya sendiri karena tidak menagih janji
sejati Miledi, tapi tetap tidak mengurangi amarah Oscar. Terutama karena Miledi
barusanya mengungkitnya sekarang. Tetap saja, seumpama Oscar membiarkan dirinya
ditelan emosi maka tamatlah sudah. Lelaki itu menyesuaikan kacamatanya dan
berusaha mengendalikan emosi.
“Aku minta sekali lagi deh. Tolong jangan dekati aku atau
keluargaku lagi. Lantaran situasi sekarang sudah lancar, idealismemu sangat
berbahaya bagiku. Tolong. Jangan biarkan aku atau orang yang kusayangi
terlibat.”
Miledi merengsek ke depan Oscar. Miledi berbalik menghadapnya
dan terus berjalan mundur, tangan di pinggulnya.
“Idealismeku bukan bahayanya. Melainkan dunia ini. Kumohon,
O-kun, jangan alihkan matamu dari kebenaran. Bahkan jika aku tidak
memberitahumu demikian, kau sudah tahu betapa melenceng dan tidak adilnya dunia
ini, bukan?”
“Betul, tapi jangan gara-gara itu amarah dunia menghantamku.
Positifnya, saat ini kita sedang hidup dalam damai. Selama aku hidup tenang dan
tidak menonjol, tidak akan ada masalah yang muncul.”
“Kau pencundang tulen, O-kun.”
“Tidak. Aku cuma berpikir realistis. Ngomong-ngomong,
minggirla—”
“Tidak mau!”
“Mau aku lemparkan ke pihak berwajib?” alis Oscar berkedut
was-was, tetapi Miledi hanya tersenyum dan menjerit saja.
“Tidakkk! Jangan campakkan aku, O-kun! Aku akan melakukan apa
pun untukmu!”
“Miledi sialan! Kau sengaja berteriak di jalan yang penuh
masyarakat!” Oscar akhirnya tidak bisa menahan emosi seketika Miledi memeluknya
dan mulai memohon-mohon.
Banyak ibu rumah tangga yang melihat mereka menggelengkan
kepala sedih. “Waduh, tidak kusangka Oscar-kun akan membuat seorang gadis
menangis. Jahat sekali,” kata mereka. Pejalan kaki lainnya juga menyampaikan
pendapat.
Perhatian jalan terfokus pada Oscar dan Miledi. Kalau beigni,
inquisitor akan terlebih dahulu mendatanginya.
“Pantek,” gumam Oscar sembari menyeret Miledi menjauh.
“Sampai kapan kau mengikutiku terus?”
“Kurasa sampai kau bergabung.”
“Lantas kau akan mengikutiku selamanya … yah, aku perlu
mengirimkan pesanan kepada para pelanggan. Bisakah kau tidak mengujar sesuatu
yang membuat mereka salha paham? Lebih tepatnya, bisa janji tidak bilang
apa-apa? Kalau tidak, kuumpankan kau ke inquisitor.”
“Okeeeeeee! Hehe ….”
Walaupun Oscar bersikap dingin, Miledi kelihatan senang.
Oscar memelototinya.
“Apa semenyenangkan itu melihat reaksiku?”
“Iyatah? Aku hanya berpikir sekalipun kau terus bilang
meskipun aku berbahaya dan tidak mau dekat-dekat denganku, kau tidak beneran
melapor inquisitor.”
“Jangan anggap perbuatanku diwakili niat baik belaka. Aku
tidak ingin repot-repot melaporkanmu. Aku masih berharap kau pergi jauh.”
“Hmm ….” Miledi tersenyum, raut wajahnya jelas tidak
mempercayai Oscar. Anak laki-laki itu menggelengkan kepala dan berusaha
menampiknya.